Senin, 12 Juli 2010

Analisa Keselamatan Kerja

BAB 1
ANALISA KESELAMATAN KERJA( JOB SAFETY ANALYSIS), JOB HAZARD ANALYSIS


RUANG LINGKUP & TUJUAN

Resiko diidentifikasi melalui proses penilaian resiko dan melalui pengamatan di tempat kerja. Resiko yang teridentifikasi itu harus dikelola dan dipastikan pengendaliannya melalui suatu sistem kerja aman.

Instruksi kerja mendefinisikan suatu proses untuk pengidentifikasian bahaya-bahaya di tempat kerja dan mengelola resiko tersebut. Tujuannya adalah untuk mencegah bahaya (harm) terhadap:
- karyawan,
- lingkungan,
- kerusakan harta milik perusahaan, dan atau
- reputasi atau citra perusahaan (company image)
Bahaya-bahaya disebutkan di atas adalah sebagai akibat atau konsekuensi dari kegiatan proyek atau kegiatan perusahaan.

Proses identifikasi juga berguna untuk menyediakan hal-hal agar didapat pemahaman umum akan cakupan pekerjaan dan cakupan praktek-praktek kerja. Sementara itu, untuk mengetahui tingkat kemampuan dan pengalaman karyawan.

Perhatikan alur singkat di bawah ini di dalam mempersiapkan analisa keselamatan kerja.
































ALUR PERSIAPAN JSA/JHA

Di dalam melaksanakan proses JSA/JHA harus mengikuti dan sejalan dengan proses penganalisaan bahaya (hazard analysis) dan identifikasi bahaya (hazard identification).

Prinsip K3 di dalam manajemen resiko yang biasa diterapkan perusahaan secara umum adalah bahwa:
1. Semua operasi dan kondisi berbahaya wajib diidentifikasi,
2. Resiko dari bahaya yang diidentifikasi itu dinilai, dan
3. Tindakan yang relevan diterapkan perusahaan untuk mengontrol bahaya itu.
Penerapan ini harus melalui kegiatan yang karyawan laksanakan dengan tujuan agar semua kecelakaan dapat dicegah.
Instruksi kerja (work instruction) memuat metode dimana pekerjaan berbahaya atau pekerjaan tidak rutin yang melibatkan pekerjaan baru (new task), atau peralatan baru dll dapat dianalisa secara sistematis untuk:
1. mengidentifikasi resiko yang ada melekat (inherent) di langkah-langkah kerja.
2. menilai dan membuat prioritas dalam mengontrol resiko-resiko tersebut;
3. menerapkan tindakan-tindakan pengongtrolan (control measures) untuk:
- menghilangkan bahaya (eliminate) atau
- meminimalkan resiko (minimize) ke tingkat ALARP (As Low As Reasonable Practicable).
Instruksi Kerja yang dibuat harus diterapkan pada semua tingkatan atas pekerjaan proyek di lapangan (project field operation). Dan manfaat yang optimal dapat diperoleh melalui penerapan proses JSA/JHA ini yang diawalai pada saat permulaan atas setiap kegiatan pekerjaan dalam lingkup proyek tersebut.

REFERENSI
Refeerensi diambil dari dokumen-dokumen resmi atas proyek seperti OHS Management Manual, HSE Risk Assessment, OHS Management System Specification, dan lain-lain yang terkait.

Istilah dan Defenisi
Istilah dan defenisi dapat dibuat berdasarkan kandungan dokumen JSA dan dokumen yang berkaitan. Misalnya defenisi tentang proyek, perushaan, ALARP, risk, harm, hazard, control measure, JSA/JHA, PTW, risk register, Risk Analysis, Hazard identification, risk assessment, dan lain-lainnya. Defenisi seperti ini dapat ditemui di dalam setiap dokumen resmi dan menjadi kata kunci untuk dipedomani. Karena itu jangan lewatkan bagian ini agar memudahkan memahami pembahasan tentang JSA/JHA.

TANGGUNG JAWAB SECARA UMUM

Project HSE Coordinator, HSE Engineer, Construction Superinten-dent bertanggung jawab untuk:
1. memastikan bahwa sistem pengendalian bahaya ini terlaksana untuk kegiatan atau aktivitas perusahaan di tempat kerja mereka.
2. proses JSA/JHA dilakukan, dicatat dan direview sebelum melaksanakan pekerjaan yang berpotensi menimbulkan bahaya terhadap karyawan atau lingkungan termasuk membahayakan asset atau operasional perusahaan dan juga reputasi atau citra perusahaan.
3. proses JSA/JHA dipakai untuk memastikan bahwa untuk pada akhirnya semua karyawan yang terlibat atas suatu pekerjaan menjadi PEDULI akan BAHAYA yang terkait atas pekerjaan itu. Dengan demikian mereka harus melakukan PENGENDALIAN atau KONTROL yang diperlukan untuk mereduksi semua bahaya menjadi ke tingkat ALARP.

HSE Engineer / Vessel Supervisor bertanggung jawab untuk:
1. Memastikan proses JSA/JHA dilaksanakan secara efektif di tempat kerja yang telah ditetapkan.
2. Memastikan bahwa semua anggota tim yang ditunjuk memahami persyaratan Prosedur Kerja Aman

Construction Safety Officer bertanggung jawab untuk:
1. Memonitor implementasi dan keefektifan proses JSA/JHA
2. Memelihara dan memutakhirkan (meng-update) Project Risk Register

Site Personnel bertanggung jawab untuk:
1. Mengenalkan pada diri mereka atas persyaratan atau temuan-temuan dari setiap penilaian resiko,
2. Berpartisipasi di dalam setiap JSA/JHA atas pekerjaan yang mereka terlibat di dalamnya.

Pekerjaan yang memerlukan JSA:
1. Pekerjaan yang jarang dilaksanakan atau melibatkan pekerja baru untuk melaksanakannya.
2. Pekerjaan yang mempunyai riwayat atau potensi menga-kibatkan cedera, nyaris celaka (near miss) atau kerugian yang terkait insiden.
3. Pekerjaan kritis yang terkait dengan keselamatan seperti kebakaran, peledakan (explosion), tumpahan bahan kimia, terciptanya atmosfir kerja yang toksik, terciptanya atomosfir kerja yang kekurangan oksigen.
4. Pekerjaan yang dilaksanakan di lingkungan kerja yang baru.
5. Pekerjaan dimana tempat kerja yang dipakai atau kondisi lingkungan kerja telah berubah atau mungkin berubah.
6. Pekerjaan yang dikerjakan dimana kondisi yang disebutkan pada ijin kerja aman atau PTW mensyaratkan adanya JSA.
7. Pekerjaan yang jelas-jelas telah BERUBAH pelaksanaan pekerjaannya baik metode atau yang sejenisnya.
8. Pekerjaan yang mungkin mempengaruhi integritas atau keluaran dari sistem proses.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka secara konsisten bahwa pekerjaan non-rutin atau kegiatan kerja yang telah diketahui bahayanya baik dijadwalkan atau pun tidak dijadwalkan harus dilengkapi dengan JSA/JHA.

Penugasan Kerja dan Tinjau Ulang dilakukan oleh Construction Superintendent.

Analisa jadwal kegiatan atas ruang lingkup pekerjaan :
1. Akan dilaksanakan oleh Construction Superintendent, dan
2. Diinformasikan secara rinci atau detil kepada Discipline Supervisor oleh Construction Superintendent sebelum pekerjaan dilaksanakan.

Construction Superintendent akan melaksanakan atau mempertim-bangkan hal-hal berikut ini:
1. Supervisor yang bertanggung jawab atas suatu pekerjaan sesuai cakupan yang tercantum di dalam JSA/JHA.
2. Ruang lingkup secara pasti atas pekerjaan yang akan dilaksanakan.
3. Dampak pekerjaan yang ditimbulkan terhadqap kegiatan di tempat kerja lain.
4. Pekerjaan dipengaruhi oleh kegiatan dari tempat kerja lain.
5. Lokasi kerja
6. Kapan pekerjaan itu akan dilaksanakan dan berapa lama.
7. Urut-urutan pekerjaan sampai selesai.
8. Tenaga kerja / persyaratan kemahiran atau keterampilan yang diperlukan.
9. Persyaratan peralatan / mesin-mesin (plant) yang lain.
10. Bahan kimia atau material berbentuk padatan/serbuk (bulk materials) yang diperlukan dan/atau cara menanganinya.
11. Ketersediaan prosedur atau instruksi kerja.
12. Apakah diperlukan ijin kerja (PTW)?

Di dalam memfasilitasi proses tinjauan ulang atas pekerjaan yang termuat di dalam JSA/JHA, dan tambahan atas tinjau ulang atau reviewing prosedur/instruksi kerja (work instruction), Construction Superintendent wajib mengkonfirmasikannya kepada: DISCIPLINE SUPERVISOR. Berikut ini adalah rincian akan hal-hal sebelum pekerjaan dimulai yang wajib dipahami dan dilaksanakan oleh Construction Superintendent:
1. harus memahami fase pekerjaan dan prosedur yang dipakai.
2. Mengetahui lokasi atau tempat kerja dari pekerjaan yang diusulkan.
3. Tanggal dan waktu kapan pekerjaan dimulai (baik yang kritis untuk keperluan permohonan penerbitan ijin kerja atau PTW.
4. Persyaratan tenaga kerja dan nama-nama pekerja yang ditunjuk untuk mengeksekusi pekerjaan tersebut.
5. Persyaratan peralatan atau plant seperti forklift, cherry picker dan alat-alat berat lainnya.
6. Persyaratan material yang akan dipakai
7. Bahan-bahan kimia berbahaya atau hazmat (hazardous material) yang akan dipakai
8. Prosedur atau instruksi kerja (work instruction)
9. Memahami bagian-bagian yang terkait dari Risk Register.

Bilamana lebih dari satu pekerjaan atau fase pekerjaan yang akan dikerjakan pada saat yang berbarengan atau pada waktu bersamaan maka potensi bahaya wajib dirujuk atau diperiksa secara bersilangan (crosses-referenced) oleh Construction Superintendent. Daimana Construction Superintendent akan berkonsultasi dengan supervisor lapangan dan Project Manager yang sesuai. SEBELUM elemen-elemen atau langkah-langkah pekerjaan dieksekusi.

Fasilitas akan proses JSA/JHA dilakukan oleh Task Supervisor (Supervisor Pelaksana Pekerjaan). Discipline Supervisor diperlukan di dalam memfasilitasi tinjau ulang (review) atas setiap pekerjaan/ fase dari ruang lingkup kerja yang teridentifikasi di bawah kendali dengan tim kerja yang ditunjuk. Dengan demikian, discipline supervisor untuk menfasilitasi seperti yang disebutkan.

Di dalam melaksanakan proses JSA/JHA, setiap prosedur pekerjaan akan diuraikan ke dalam langkah-langkah komponennya sebagai bagian proses penilaian resiko. Langkah ini berisi urutan-urutan kegiatan secara berurutan dan kronologis. Setiap langkah dari prosedur akan diamati secara kritis atau dengan seksama. Pada tahap pelaksanaan untuk aplikasi pada lingkungan pekerjaan non-rutin dan lingkungan kerja yang baru dimaksudkan untuk mengidentifikasi bahaya yang ada atau yang berpotensi untuk menciptakan bahaya atau meng-introduce suatu bahaya.

Discipline Supervisor bertanggung jawab di dalam memelihara lokasi daftar prosedur (register of procedure) yang merincikan adanya persyaratan pengendalian resiko pekerjaan yang berbahaya atau non-rutin. Prosedur ini disediakan di lokasi kerja bagi semua karyawan yang telah ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini JSA/JHA yang telah dibuat harus berada di lokasi kerja.

MELAKSANAKAN PROSES JSA/JHA

Untuk melaksanakan proses JSA/JHA partisipasi penuh dari semua karyawan yang ditunjuk untuk mengerjakan tugas-tugas dari pekerjaan yang akan dilaksanakan segera sebelum pekerjaan tersebut dimulai.

Langkah-langkah yang perlu diikuti adalah sebagai berikut:
1. Tinjau ulang atau review ruang lingkup pekerjaan dan tujuannya bersama dengan karyawan yang telah ditunjuk.
2. Identifikasi setiap fase pekerjaan dan review bersama dengan karyawan yang telah ditunjuk.
3. Indentifikasi prosedur yang terlibat bersama dengan karyawan yang ditunjuk
4. Tinjau ulang setiap prosedur ke dalam langkah-langkah yang logis.
5. Identifikasi dan nilai bahaya-bahaya yang ada, dimana ada yang berbeda pada setiap langkah berdasarkan prosedur operasi atau kondisi standar (standard operating procedure).
6. Rujukan kepada Corporate/Project Risk Register untuk mengidentifikasi kalau-kalau bahaya sudah diidentifikasi sebelumnya dan bagaimana bahaya itu telah dikelola (di-manage).
7. Identifikasi konsekuensi atau akibat yang bisa ditimbulkan dari resiko yang diidentifikasi dan hal-hal apa berbeda.
8. Identifikasi kemungkinan yang terjadi yang diakibatkan oleh resiko.
9. Tentukan nilai resiko.
10. Tentukan klasifikasi resiko
11. Kembangkan solusi untuk menghilangkan atau mengontrol bahaya yang terkait dengan setiap langkah untuk menurunkannya ke tingkat ALARP.
12. Tentukan orang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan pengendalian yang telah disetujui.

Pada tahap dimana proses JSA/JHA telah selesai, semua orang yang berpartisipasi harus membubuhkan tanda tangannya di formulir JSA/JHA/RA yang telah diisi lengkap. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui atau dikonfirmasikan atas kehadiran mereka, partisipasi mereka dan mereka paham (persyaratan kerja dari sistem yang aman seperti yang tertuang dalam JSA yang disetujui).

Adanya bahaya atau hal-hal yang berbeda atas kondisi kerja yang tidak ada rujukannya di dalam Company/Project Risk Register akan dimuat dan dimasukkan ke dalam Project Risk Register oleh HSE Coordinator atau Construction Safety Officer.

Supervisor akan mereview atau menjelaskan JSA yang sudah selesai itu kepada karyawan baru yang ditugaskan sebelum bekerja. Dan karyawan tersebut akan menandatangani formulir JSA/JHA untuk memastikan kehadirannya, partisipasinya, dan pemahamannya atas sistem aman dari persyaratan kerja (safe system of work require-ments).

Supervisor mempersilahkan karyawan untuk mengidentifikasi dan menganalisa bahaya-bahaya yang potensil dan memberikan kesempatan kepadanya untuk melakukan tindakan pengendalian tambahan secara dini dari awal (initially).

MEMONITOR DAN TINJAU ULANG JSA/JHA ATAS PRAKTEK KERJA YANG BERUBAH

Observasi langsung atas Praktek Kerja Aman yang telah disetujui atau sistem kerja dilakukan oleh Supervisor. Observasi ini bertujuan untuk melaksanakan monitoring secara terus-menerus pada kecukupan dan aplikasi Praktek Kerja Aman (Safe Work Practice – SWP).

Partisipasi penuh dari
Karyawan yang ditunjuk harus melaksanakan pekerjaan yang telah dilengkapi dengan JSA dengan penuh partisipasi. Ini dimaksudkan agar tinjau ulang (review) dan monitoring dari mereka atas SWP yang disetujui itu.

Proses JSA/JHA yang telah dibicarakan dan Prosedur Praktek Kerja Aman harus secara terus-menerus diperbaharui kalau-kalau ada bahaya-bahaya baru yang teridentifikasi. Demikian juga tindakan pengendalian bahaya itu dilakukan selama pekerjaan berlangsung.

Pada tahapan penyelesaian penentuan bahaya-bahaya baru atas suatu pekerjaan harus dicatat oleh Supervisor dan berkonsultasi dengan HSE Coordinator atau Project HSE Officer. Juga bahaya-bahaya yang baru itu dimasukkan ke dalam Project Risk Register untuk referensi jika diperlukan untuk rujukan di masa datang.

Di lokasi mana bahaya-bahaya dan pengendalian resiko dsudah teridentifikasi atau dikenal sebagai persyaratan yang sudah rutin atau tindakan pengendalian akan diintegrasikan ke dalam prosedur yang didokumentasikan. Dokumentasi ini berdasarkan sistem pengdo-kumentasian perusahaan atau document control.

Prosedur pegendalian ini atau JSA akan dijadikan sebagai satu bagian dari Prosedur Praktek Kerja Aman. Semua perubahan prosedur perusahaan akan ditinjau ulang dan disyahkan (dimana dianggap perlu) oleh manajemen perusahaan yang relevan atau Project Manager sebagaimana mestinya sebelum memulai langkah-langkah kerja dari pekerjaan yang akan dilakukan.


BAB 2
Daftar Peraturan dan Perundang-undangan serta Pedoman K3 dan Teknik yang terkait dengan Kegiatan Konstruksi


No Nomor Peraturan Tentang
I. Deklarasi Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia PBB
1 Pasal 3
II. UUD 1945
1 Pasal 27 ayat 2
III. Undang-undang (UU)
1 UU No. 14/1969 Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja
2 UU No. 1/1970 Keselamatan Kerja
3 UU No. 14/1969 Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai tenaga Kerja
4 UU No. 4/1982 Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup
5 UU No. 18/1999 Jasa Konstruksi
5 UU No. 23/1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup.
6 UU No. 23/1992 Kesehatan
7 UU No. 21/2003 Pengesahan Konvensi ILO NO. 81 mengenai Pengawasan Ketenaga-kerjaan dalam Industri dan Perdagangan
8 UU th 1930 LN No. 225 Undang-undang Uap (Stoom Ordonnantie)
9 UU th 1933 LN No. 53 Petasan
10 UU th 1931 LN No. 59 Timah Putih
11 UU No. 10/1961 Peredaran Barang dalam Perdagangan
12 UU No. 10/1997 Ketenaganukliran

IV. Peraturan Pemerintah (PP)
1 PP Th 1930 Peraturan Uap (Stoom Ordering)
2 PP No. 7 / 1973 Pengawasan atas peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
3 PP No. 19 / 1973 Pengaturan dan Pengawasan K3 di bidang Pertambangan
4 PP No. 11 / 1979 K3 pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
5 PP No. 19 / 1994 Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya
6 PP No. 14 / 1993 Program Jamsostek
7 PP No. 18 / 1999 Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3)
8 PP No. 20 / 1990 Pengendalian Pencemaran Air
9 PP No. 27 / 1999 Analisis Dampak Lingkungan
10 PP No. 19 / 1999 Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
11 PP No. 41 / 1999 Pengendalian Pencemaran Udara
12 PP No. 74 / 2001 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
13 PP No. 63 / 2000 Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
14 Stbl 1949 No 337 Ordonansi Bahan Berbahaya
15 PP No. 28 / 2000 Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
16 PP No. 29 / 2000 Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

V. Keputusan Presiden (Keppres)
1 Keppres No. 22/1993 Penyakit akibat Kerja.
2 Keppres No. 2 / 2002 Pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan
3 Keppres No. 51/1989 Perubahan Keputusan Presiden No 28/1988 tentang besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja dan jaminan Kematian Asuransi Sosial Tenaga Kerja
4 Keppres No. 83/1998 Pengesahan Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan Beserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi

VI Peraturan Menteri (Permen)
1 Permenaker No. 02/1970 Pembentukan Panitia Pembina K3 (P2K3).
2 Permenaker No. 01/1976 Wajib Latihan bagi Dokter Perusahaan
3 Permenaker No. 03/1978 Penunjukan, Wewenang dan Kewajiban Pegawai Pengawas K3 dan Ahli K3.
4 Permenaker No. 01/1978 K3 dalam Penerbangan dan Pengangkutan Kayu
5 Permenaker No. 03/1978 Penunjukan dan Wewenang serta Kewajiban Pegawai
6 Permenaker No. 05/1978 Syarat-syarat K3 pada pemakaian lift listrik untuk orang dan barang..
7 Permenaker No. 05/1978 K3 pada konstruksi Bangunan
8 Permenaker No. 01/1979 Wajib Latihan Hyperkes bagi Paramedis Perusahaan
9 Permenaker No. 01/1980 K3 Pada Konstruksi Bangunan
10 Permenaker No. 02/1980 Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan K3
11 Permenaker No. 04/1980 Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeluharaan Alat Pemadan Api Ringan.
12 Permenaker No. 01/1981 Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
13 Permenaker No. 01/1982 Bejana Bertekanan
14 Permenaker No. 02/1982 Kualifikasi Juru Las
15 Permenaker No. 03/1982 Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
16 Permenaker No. 02/1983 Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik
17 Permenaker No..03/1985 K3 dalam Penggunaan Bahan Asbes
18 Permenaker No. 03/1984 Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu
Permenaker No. 03/1985 K3 Pemakaian Asbes di Tempat Kerja
19 Permenaker No. 04/1985 K3 Pesawat Tenaga dan Produksi
20 Permenaker No. 05/1985 K3 Pesawat Angkat dan Angkut.
21 Permenaker No. 02/1986 Biaya Pemeriksaan dan Pengawasan K3 di Perusahaan
22 Permenaker No. 03/1986 K3 pada Penyimpanan dan Pemakaian Pestisida
23 Permenaker No. 04/1987 Tata cara Pembentukan P2K3 dan Penunjukan Ahli K3
24 Permenaker No. 01/1988 Kwalifikasi dan Syarat-syatrat Operator Pesawat Uap
25 Permenaker No. 02/1988 Biaya Pemeriksaan dan Pengawasan K3 di Perusahaan
26 Permenaker No. 04/1988 Berlakunya SNI-225-1987 mengenai PUIL 1987 di Tempat Kerja
27 Permenaker No. 01/1989 Kwalifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.
28 Permenaker No. 02/1989 Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
29 Permenaker No. 01/1992 Syarat-syarat K3 Pesawat Karbid
30 Permenaker No. 02/1992 Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli K3
31 Permenaker No. 04/1995 Perusahaan Jasa K3
32 Permenaker No. 05/1996 Sistem Manajemen K3 (SMK3)
33 Permenkes No. 453/ Menkes/ Per/XI/1983 Bahan Berbahaya
34 Permen PU No. 67/1993 Panitia Tata Pengaturan Air Propinsi Daerah Tingkat I
35 Permenaker No. 01/1998 Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jamsostek
36 Permenaker No. 03/1998 Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan
37 Permenaker No. 04/1998 Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata Kerja Dokter Penasehat
38 Permenaker No. 03/1999 Syarat-syarat K3 Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang

VII. Keputusan/Instruksi Menteri & Keputusan Bersama Menteri
1 Kepmenaker No.1135/ 1987 Bendera K3
2 Kepmenaker No.333/1989 Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
3 Kepmenaker No.612/1989 Penyediaan Data Bahan Berbahaya terhadap K3
4 Kepmenaker No.245/1990 Hari K3 Nasional
5 Kepmenaker No.62A/1992 Pedoman Diagnose dan Evaluasi Cacat Karena Kecelakaan / Penyakit akibat Kerja
6 Instruksi Menaker No 11/M/BW /1997 Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
7 Kepmenaker
No. 19/M/BW/1997 Pelaksanaan Audit SMK3
8 Kepmenaker
No. 103/MEN/1997 Penunjukan PT Sucofindo Sebagai Audit SMK3
9 Kepmenaker No 61/1999 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja
10 Kepmenaker No 186/1999 Unit Penanggulangan Kebakaran di tempat kerja
11 Kepmenaker No 187/1999 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
12 Kepmen PU No 10/KPTS/ 2000 Ketentuan Teknis terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
13 Kepmen PU No. 11/KPTS/ 2000 Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan
14 Keputusan Bersama Menaker dan Men PU No Kep/ 174/ MEN/1986 Keselamatan Kerja pada Kegiatan Konstruksi.
15 Keputusan Menhankam No SKEP/198/MTT/1984 Perijinan Bahan Peledak
16 SK Men LH 127 / 2002 PROPER
17 SK Men LH 122 th 2004 Baku Mutu Limbah Cair (Pupuk)
18 Keputusan Bersama Men PU dan Mentamben No. O4 / 1991 dan 76/ 1991 Penggunaan Air dan/atau Sumber Air Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan Termasuk Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Dan Pengusahaan Sumber Air
19 Kepmentan No. 764/1998 Pendaftaran Dan Pemberian Izin Sementara Pestisida
Keputusan Menteri Tega Kerja No. Kep. 168/Men/2000
VIII. Surat Edaran Menteri
1 SE Menaker No 01/1978 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan dan iklim kerja
2 SE Menaker No 02/1978 NAB Bahan Kimia
3 SE Menaker No 01/1979 Penyediaan Ruangan untuk Makan dan Kantin bagi Tenaga Kerja
4
SE Menakertrans No SE 117/ /MEN/PPK-PKK/III/2005 Pemeriksaan Menyeluruh Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pusat Perbelanjaan, Gedung Bertingkat dan Tempat-tempat Publik lainnya

IX. Keputusan Direktur Jendral Binawas Depnaker
1 Kep Dirjen Binawas No. Kep-407BW/1999 Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift
2 Kep Dirjen Binawas No.
Kep.84/BW/1998 Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan

X. Peraturan dan Standar Teknik Terkait Konstruksi di Indonesia
1 Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL)
2 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia
3 Peraturan Muatan Indonesia
4 Peraturan Beton Bertulang Indonesia
5 Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia
6 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung Indonesia
7 Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya

XI. Pedoman dan Standar /Siatem Manajemen K3
1 SMK3
Permenaker No 5 / 1996 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
2 OHSAS 18001:1999
British Standard, 1999 Occupational Health and Safety Assessement Series 18001:1999
3 OHSAS 18002: 2000
British Standard, 2002 Guidelines for the implementation of OHSAS 18001:1999
4 Guidelines on OSHMS
ILO, June 2001 The Guidelines on Occupational Safety and Health Management System. ILO-OSH 2001
5 COHSMS
Japan Construction Safety and Health Association (JCSHA), 2002 The Construction Occupational Health and Safety Management System (COHSMS) Guidelines & COHSMS External System Evaluation By Japan Construction Safety and Health Association (JCSHA),
6 ISRS-7
Det Norske Veritas (DNV) International Safety Rating System (ISRS)-7


Keputusan Kepala Bapedal No. 205 Tahun 1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran
Udara Sumber Tidak Bergerak
Kep. Meneg. LH No: 86/2002, Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
Permeneg. LH No. 11/2006, Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Peraturan Menaker No. PER 03/MEN/ 1985 tentang keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes dan Surat Edaran Menaker No SE-01/MEN/1997 tentang Nilai Ambang Batas faktor Kimia Udara di Lingkungan Kerja


BAB 3
UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA

Lembaran Negara No.1 Tahun 1970
(Tambahan Lembaran Negara No.1918)

PEMIKIRAN
upaya atau pemikiran dan penerapannya yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja

POLA PENCEGAHAN KECELAKAAN
• Peraturan
• Standarisasi
• Pengawasan
• Penelitian Teknik
• Penelitian Medis
• Penelitian Psikologis
• Penelitian Statistik
• Pendidikan
• Training (pelatihan)
• Persuasi
• Asuransi
• Penerapan
Ref. Accident Prevention (ILO)







DASAR HUKUM – 2
• Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 :
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
• UU No.14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai ketenagakerjaan
Pasal 3
Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan
DASAR HUKUM – 3
Pasal 9
Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama

Pasal 10
Pemerintah membina norma perlindunggan tenaga kerja yang meliputi :
(1) norma keselamatan kerja
(2) norma kesehatan kerja
(3) norma kerja
(4) pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi
dalam hal kecelakaan kerja
UU KESELAMATAN KERJA No. 1 Tahun 1970 - 1
LATAR BELAKANG
• Yuridis - VR. 1919 Stbl No.406
• Industrialisasi, elektrifikasi, modernisasi - peningkatan intensitet kerja
• Upaya preventif mulai dari perencanaan
TUJUAN
memberikan perlindungan atas keselamatan
• Tenaga kerja
• Orang lain
• Sumber-sumber produksi
dapat dipakai secara aman dan efisien
RUANG LINGKUP
tempat kerja di darat, dalam tanah, permukaan air, dalam air, di udara
dengan unsur :
• dilakukan usaha
• ada tenaga kerja yang bekerja
• ada sumber bahaya

KEWAJIBAN PENGURUS
• Pasal 8 - Pemeriksaan Kesehatan Badan
• Pasal 9 -Menjelaskan dan menunjukan kondisi dan bahaya di tempat kerja
- Semua pengaman dan alat perlindungan yang diharuskan
- APD
- Cara dan sikap bekerja yang aman
- Mempekerjakan setelah yakin
- Pembinaan
- Wajib memenuhi dan mentaati syarat K3
KEWAJIBAN PENGURUS
• Pasal 10 - Membentuk P2K3
• Pasal 11 - Laporan kecelakaan
• Pasal 14 - Menempatkan secara tertulis
- Memasang poster
- Menyediakan APD secara cuma-Cuma
PERATURAN ORGANIK
• secara sektoral
• pembidangan teknis



PERATURAN PELAKSANAAN UU No. 1 Tahun 1970 - 3
• Secara Sektoral
- PP No. 19/1973
- PP No. 11/ 1979
- Per.Menaker No. 01/1978
K3 Dalam Penebangan dan Pengangkut Kayu
- Per.Menaker No. 01/1980
K3 Pada Konstruksi Bangunan
• Pembidangan Teknis

- PP No. 7/1973 - Pestisida
- PP No. 11/ 1975 - Keselamatan Kerja Radiasi
- Per.Menaker No. 04/1980 - APAR
- Per.Menaker No. 01/1982 - Bejana Tekan
- Per.Menaker No. 02/1983 - Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik
- Per.Menaker No. 03/1985 - Pemakaian Asbes
- Per.Menaker No. 04/1985 - Pes. Tenaga & Prod.
- Per.Menaker No. 05/1985 - Pes. Angkat & Angkut
Per.Menaker No. 04/1998 - PUIL
Per.Menaker No. 02/1989 - Instalasi Petir
Per.Menaker No. 03/1999 - Lif Listrik
Pendekatan SDM
- Per.Menaker No. 07/1973 - Wajib Latih Hiperkes
Bagi Dokter Perusahaan
- Per.Menaker No. 01/1979 - Wajib Latih Bagi
Paramedis
- Per.Menaker No. 02/1980 - Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja
- Per.Menaker No. 02/1982 - Syarat dan Kwalifikasi Juru Las
- Per.Menaker No. 01/1988 - Syarat dan Kwalifikasi Oparetor Pesawat Uap
Pendekatan SDM
- Per.Menaker No. 07/1973 - Wajib Latih Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan
- Per.Menaker No. 01/1979 - Wajib Latih Bagi Paramedis
- Per.Menaker No. 02/1980 - Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja
- Per.Menaker No. 02/1982 - Syarat dan Kwalifikasi Juru Las
- Per.Menaker No. 01/1988 - Syarat dan Kwalifikasi Oparetor Pesawat Uap
Per.Menaker No. 04/1987 - P2K3
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan Tata-cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal.
 Peraturan Menteri ini mewajibkan pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang pekerja atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif membentuk P2K3.
 Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan.
 Organisasi P2K3 terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan Anggota. Ketua P2K3 memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan P2K3 dibantu oleh wakil ketua. Sekretaris P2K3 memimpin dan mengkoordinasikan tudas-tugas sekretariat dan melaksanakan keputusan P2K3.
 Ketua P2K3 seyogyanya adalah top manajemen disuatu tempat kerja atau sekurang-kurangnya manajemen yang terdekat dengan pimpinan puncak, sedang Sekretaris P2K3 adalah tenaga profesional K3 yaitu manajer K3 atau ahli K3.
 PERAN PENTING P2K3 :
 MENJAMIN KEPRIHATINAN (CONCERN) DARI PEKERJA MAUPUN PENGUSAHA TENTANG K3 TERBUKA DAN DIBICARAKAN.
 GABUNGAN BERBAGAI KETERAMPILAN DAN PENGALAMAN ANGGOTA
 PERTEMUAN TERATUR à REKOMENDASI
 AKTIVITAS P2K3 à MEMPERLIHATKAN BAHWA K3 PENTING DI TEMPAT KERJA
 MEMPERBAIKI KOMUNIKASI DI TEMPAT KERJA
 DOKUMENTASI HASIL PERTEMUAN à SETIAP ORANG DAPAT MEMANTAU BAHWA PERMASALAHAN YANG MEREKA KEMUKAKAN DITINDAK LANJUTI.
 HARUS TERBUKA BAGI PEKERJA, PENYELIA, MANAJER DAN PENGUSAHA.


BAB 4
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


II.1 Pengertian
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah suatu badan yang dibentuk disuatu perusahaan untuk membantu melaksanakan dan menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur pengusaha dan tenaga kerja.
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah suatu badan yang dibentuk baik di Pusat dan Wilayah-wilayah untuk memberikan saran dan perimbangan kepada pemerintah tentang usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja.
Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah pejabat Depnaker yang mempunyai keahlian khusus di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan diberi wewenang untuk mengawasi langsung terhadap ditaatinya UU No. 1 tahun 1970 dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Depnaker yang diberi wewenang oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan sebagian dari tugas-tugas pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.

II.2 Tujuan Pembentukan dan Pelaksanaan P2K3
Usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu :
a. Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada ditempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
b. Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
c. Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien.

Sedangkan secara khusus antara lain :
a. Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja.
b. Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat kerja, bahan baku dan bahan hasil produksi.
c. Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara pekerja dengan manuasi atau manusia dengan pekerjaan.
II.3 Dasar hukum
Sebagai dasar hukum pembentukan, susunan, dan tugas Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan kerja ialah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 10 ayat (1), (2) dengan peraturan pelaksanaannya yaitu :
a. Keputusan Menteri Tenaga kerja No. KEP-125/MEN/82 tentang Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-155/MEN/84.
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-04/MEN/87 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

II.4 Pembentukan
II.4.1 Syarat Pembentukan
a. Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu, pengusaha atau pengurus wajib membentuk P2K3.
Kriteria dimaksud ialah :
- Tempat kerja dimana dipekerjakan 50 (lima puluh) orang atau lebih.
- Tempat kerja/perusahaan dimana dipekerjakan kurang dari 50 (lima puluh) orang dengan tingkat bahaya sangat besar.
- Kelompok tempat kerja (centra industri kecil) dimana dipekerjakan kurang dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja untuk anggota kelompok tempat kerja/perusahaan.
b. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dibentuk oleh pengusaha atau pengurus dan disahkan oleh Menteri tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuknya.

II.4.2 Syarat Keanggotaan
a. Keanggotaan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri atas unsur pengusaha dan tenaga kerja yang susunannya terdiri dari atas ketua, sekretaris dan anggota.
b. Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja yg sudah mendapatkan penujukan dari Menteri atau Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan.
c. Ketua P2K3 ialah Pimpinan Perusahaan atau salah satu Pimpinan Perusahaan yang ditunjuk (khusus untuk kelompok perusahaan/centra industri).
d. Jumlah dan susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut :
- Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 (seratus) orang atau lebih, jumlah anggota sekurang-kurangnya 12 (dua belas) orang terdiri dari 6 (enam) orang mewakili
pengusaha/pimpinan perusahaan dan 6 (enam) orang mewakili tenaga kerja.
- Pengusaha yang mempunyai tenaga kerja 50 (lima puluh) orang sampai 100 (seratus) orang, jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 (enam) orang terdiri dari 3 (tiga) orang mewakili pengusaha/pimpinan perusahaan dan 3 (tiga) orang mewakili tenaga kerja.
- Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 50 (lima puluh), dengan tingkat risiko bahaya sangat berat jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 (enam) orang terdiri dari 3 (tiga) orang mewakili pengusaha/pimpinan perusahaan dan 3 (tiga) orang mewakili tenaga kerja.
- Kelompok perrusahaan yang mempunyai tenaga kerja kurang 50 (lima puluh) untuk setiap anggota kelompok, jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 (enam) orang terdiri dari 3 (tiga) orang mewakili pengusaha/pimpinan perusahaan dan 3 (tiga) orang mewakili tenaga kerja.

II.5 Struktur Organisasi
a. Bentuk organisasi dan kepengurusan
Suatu organisasi P2K3 dapat mempunyai banyak variasi tergantung pada besarnya, jenisnya bidang, bentuknya kegiatan dari perusahaan dan sebagainya. Kepengurusan dari pada organisasi P2K3 terdiri dari seorang Ketua, Wakil Ketua, seorang atau lebih Sekretaris dan beberapa anggota yang terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja.
- Ketua dijabat oleh salah seorang Pimpinan Perusahaan(Presdir/Direktur) yang mempunyai kewenangan dalam menetapkan kebijaksanaan di perusahaan.
- Sekretaris dijabat oleh ahli K3/Petugas K3 (Safety Officer) atau calon yang dipersiapkan untuk menjadi Petugas K3.
- Para anggota terdiri dari wakil unit-unit kerja yang ada dalam perusahaan dan telah memahami permasalahan K3. (akan mendapat pelatihan khusus dari Depnaker)
b. Tugas-tugas Pengurus P2K3
Tugas-tugas Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan anggota-anggota harus diuraikan secara jelas dalam pembagian tugas (Job Discription) sebagai berikut :
(1) Ketua
- Memimpin semua rapat pleno P2K3 atau menunjuk anggota untuk memimpin rapat pleno.
- Menentukan langkah, policy demi tercapainya pelaksanaan program-program P2K3.
- Mempertanggung jawabkan pelaksanaan K3 di perusahaan kepada Depnaker melalui perusahaan.
- Mempertanggung jawabkan program-program P2K3 dan pelaksanaannya kepada Direksi.
- Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program-program K3 di perusahaan.
(2) Wakil Ketua
Sebagai wakil dari ketua dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam hal ketua berhalangan.
(3) Sekretaris
- Membuat undangan rapat dan membuat notulennya.
- Mengelola administrasi surat-surat P2K3.
- Mencatat data-data yang berhubungan dengan K3.
- Memberikan bantuan/saran-saran yang diperlukan oleh seksi-seksi, demi suksesnya program-program K3.
- Membuat laporan ke departemen-departemen yang bersangkutan mengenai adanya tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition) di tempat kerja.
(4) Anggota
- Melaksanakan program-program dan bertanggung jawab hasil pelaksanaan yang telah ditetapkan sesuai dengan lingkup kerja/bagian/seksi masing-masing.
- Melaporkan kepada ketua atas kegiatan yang dilaksanakan.
- Memberikan masukan dan usulan program perlindungan dll

II.6 Program Kerja Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
a. Identifikasi masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
b. Pendidikan dan pelatihan.
c. Sidang-sidang.
d. Rekomendasi.
e. Audit.

II.7 Peran dan Fungsi Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
a. Peran pokok Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) sebagai badan pertimbangan di tempat kerja ialah memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha/pengurus tempat kerja yang bersangkutan mengenai masalah-masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Fungsi Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah menghimpun dan mengolah segala data dan atau permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja yang bersangkutan, serta mendorong ditingkatkannya penyuluhan, pengawasan, latihan dan penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2010 SISTEM MANAJEMEN MUTU(QMS).

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.